Lamongan, arekpantura.com – Kelangkaan solar bersubsidi yang melanda wilayah pesisir utara (Pantura) Lamongan sejak tiga bulan terakhir mulai menimbulkan keresahan di kalangan nelayan kecil.
Mereka kini tidak lagi bisa melaut setiap hari akibat sulitnya mendapatkan bahan bakar, bahkan sebagian terpaksa menepi selama dua hingga tiga hari menunggu pasokan solar datang.
Bagi nelayan harian dengan kapal di bawah 5 gross ton (GT), kondisi ini sangat berat. Selain kesulitan mencari solar, harga di lapangan juga jauh dari harga subsidi, sehingga biaya operasional meningkat tajam.
“Sekarang cuma bisa melaut satu hari, terus libur dua hari. Solar susah sekali didapat,” ujar Iqbal, salah satu nelayan asal Paciran, selasa (28/10/25).
Untuk mendapatkan solar, para nelayan bahkan harus menempuh jarak hingga 20–30 kilometer ke luar daerah. Ironisnya, harga solar di lapangan kini tak lagi bersahabat. Akibatnya, penghasilan nelayan menurun drastis, sementara kebutuhan hidup terus berjalan.
Kondisi ini membuat sejumlah organisasi dan tokoh masyarakat turut angkat suara. Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Lamongan bersama Ikatan Keluarga Alumni Tarbiyatut Tholabah (IKA Tabah) Kranji Lamongan menggelar diskusi terbuka untuk membahas krisis bahan bakar yang menjerat nelayan. Acara itu juga dihadiri pelaku usaha perikanan, perwakilan nelayan, serta stakeholder terkait.
Wakil Penasehat KAHMI Lamongan, Muchlisin Amar, menilai krisis ini sudah masuk tahap darurat dan menuntut perhatian serius dari para wakil rakyat.
“Kami berharap anggota DPRD di semua tingkatan segera turun tangan. Gunakan mata hati dan pikiran sehat. Hadirlah di tengah masyarakat yang sedang kesulitan. Jangan pura-pura tidak tahu,” tegasnya.
Muchlisin juga mendesak DPRD Lamongan untuk segera memanggil Dinas Perikanan, Pertamina, dan SKK Migas, guna mencari solusi nyata.
“DPR harus lebih peduli, berpihak kepada wong cilik. Jangan diam,” tambahnya dengan nada kecewa.
Sementara itu, Ketua Umum Tarbiyatut Tholabah, Anas Thoha, menyatakan akan membawa persoalan ini ke tingkat nasional.
Ia berencana mengajukan laporan langsung ke Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI yang membidangi energi dan sumber daya mineral.
“Solar, pertalite, dan gas adalah jantung penggerak ekonomi rakyat. Kalau ini terus dibiarkan, ekonomi nelayan akan tenggelam, kesejahteraan mereka makin terpuruk,” ujar Anas.
Krisis solar di Pantura Lamongan kini menjadi sinyal bahaya bagi kehidupan ekonomi masyarakat pesisir.
Sementara pemerintah belum juga menghadirkan solusi konkret, perahu-perahu nelayan hanya bisa berlabuh di dermaga menunggu kepastian yang tak kunjung datang.
