Dugaan Pelanggaran di SPBU 53.623.25 Singgahan, Publik Mendesak Pertamina dan APH Bertindak Tegas

Sopir truk tengah antri di SPBU 53.623.25 Singgahan Tuban

Tuban, arekpantura.com — Di tengah maraknya dugaan kecurangan pada sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), PT Pertamina melakukan inspeksi mendadak di berbagai wilayah Jawa Timur. Langkah ini diharapkan mampu menindaklanjuti berbagai temuan pelanggaran yang selama ini banyak dikeluhkan masyarakat dan diperhatikan oleh awak media.

Antrean panjang di SPBU sudah menjadi keluhan umum di tengah masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah praktik pengisian berulang yang dilakukan oleh pengepul BBM subsidi. Kelompok pengepul ini didominasi pengendara motor roda dua yang diketahui membeli Pertalite secara berulang, kemudian dijual kembali secara eceran di pinggir jalan.

Salah satu SPBU yang menjadi sorotan ialah SPBU 53.623.25 di Jalan Imam Bonjol, Laju Lor, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban. Berdasarkan pantauan awak media, terdapat aktivitas yang diduga melanggar prosedur, yakni operator melayani pengisian BBM bersubsidi kepada beberapa motor Thunder yang diduga sudah memodifikasi tangki. Motor-motor tersebut mengisi Pertalite dua kali dalam satu antrean—10 liter pada pengisian pertama, lalu 5 liter pada pengisian kedua, minggu (2/11/25).

SPBU 53.623.25 Singgahan Tuban

Praktik tersebut dilakukan pada pagi pukul 07.00, siang, hingga sore hari, baik dalam kondisi SPBU ramai maupun lengang. Akibatnya, antrean kendaraan mengular dan mengganggu arus lalu lintas karena tidak ada petugas yang menertibkan antrean, baik di area SPBU maupun di jalan raya sekitar.

Padahal, operator SPBU seharusnya mengetahui bahwa BPH Migas telah menegaskan larangan pengisian BBM subsidi ke jeriken atau wadah lain tanpa izin resmi, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Pertamina dan diperkuat oleh Pasal 55 Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, yang mengancam pelanggar dengan pidana penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.

Informasi yang dihimpun menyebutkan adanya seorang pria yang dikenal dengan nama samaran “Galuh”, diduga berperan sebagai koordinator kelompok pengerit. Setiap bulan, para pengerit disebut menyetor sekitar Rp. 200.000 untuk memuluskan aktivitas pengisian berulang tersebut. Operator SPBU juga diduga menerima tips Rp. 2.000 per transaksi antrean, sehingga memudahkan para pengerit mengisi BBM tanpa hambatan.

Lokasi penimbunan BBM hasil pengisian ulang ini pun disebut sangat dekat dari SPBU, hanya berjarak sekitar 50 meter di area pencucian kendaraan. Aktivitas ini diketahui oleh masyarakat sekitar karena berlangsung secara terbuka dan berulang setiap hari.

Pasokan Solar Terbatas, Masyarakat Justru Dirugikan

Seorang sopir truk yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa pasokan solar ke SPBU tersebut datang setiap dua hingga tiga hari, sekitar 8 ton. Jumlah tersebut dinilai tidak mencukupi kebutuhan masyarakat Singgahan yang cukup tinggi. Akibatnya, masyarakat harus berebut pengisian, sementara para pengepul justru lebih diuntungkan karena mendapatkan BBM bersubsidi dalam jumlah besar.

Pengepul membeli BBM dengan jirigen

SPBU yang menyalahgunakan distribusi BBM bersubsidi dapat dikenai pidana hingga 6 tahun dan denda hingga Rp60 miliar, sesuai Pasal 55 Undang-Undang Migas. Untuk BBM non-subsidi, ancaman hukum berupa kurungan hingga empat tahun dan denda hingga Rp40 miliar.

Selain itu, penyalahgunaan BBM juga diatur dalam:

  • Perpres Nomor 191 Tahun 2014
  • Keputusan Menteri ESDM terkait regulasi BBM
  • Pasal 56 PP Nomor 35 Tahun 2004 mengenai cost recovery
  • Pasal 56 KUHP tentang tindak pidana pembantuan
  • Jika terbukti ada unsur kesengajaan, pihak SPBU beserta pengelolanya dapat dikenai pertanggungjawaban pidana, baik sebagai pelaku maupun sebagai pemberi kesempatan terjadinya tindak penimbunan BBM.

Pemerintah telah menetapkan pembatasan pembelian Pertalite untuk mencegah penimbunan. Mengisi BBM berulang kali dalam satu antrean dengan kendaraan yang sama jelas melanggar prinsip pendistribusian yang adil, mengurangi ketersediaan bagi konsumen lain, serta menyebabkan antrean panjang dan ketidakefisienan pelayanan.

Masyarakat berharap PT. Pertamina dan aparat penegak hukum segera turun tangan menindak operator maupun pihak pengelola SPBU. Sanksi administratif hingga penonaktifan SPBU dapat dilakukan apabila pelanggaran terbukti terus berlangsung.

Pertamina sebenarnya telah berulang kali mengimbau seluruh SPBU untuk tidak melayani pengepul dan mengutamakan konsumen umum. Namun implementasi di lapangan dinilai masih lemah karena kurangnya pengawasan dan lemahnya tindakan terhadap SPBU yang melanggar.

Masyarakat meminta aparat penegak hukum untuk melakukan pengecekan CCTV SPBU selama seminggu ke belakang. Jika ditemukan CCTV yang tidak berfungsi atau sengaja dimatikan, hal tersebut merupakan pelanggaran tambahan yang perlu ditindaklanjuti. SPBU juga diminta mampu memilah kendaraan yang berhak menerima BBM subsidi sesuai ketentuan yang berlaku.

Konsumen berharap Pertamina dan aparat terkait tidak menutup mata terhadap dugaan pelanggaran di SPBU 53.623.25 serta SPBU lain di Tuban dan wilayah Jawa Timur. Tidak tertutup kemungkinan bahwa praktik serupa telah menjadi kebiasaan di berbagai SPBU daerah.

BPH Migas sejak awal telah menekankan pentingnya kepatuhan seluruh SPBU terhadap regulasi. Aparat penegak hukum pun diharapkan dapat menghadirkan pengawasan yang lebih ketat demi melindungi masyarakat serta menjaga distribusi BBM bersubsidi agar tepat sasaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *